" JANGAN PERNAH LUPA... GLOBAL WARMING TELAH SIAP MENGHANCURKAN BUMI INI !!!!
Have a nice day.....but don't ever forget to take a look around
.......there's must be somebody or something needs you.....

.......let's check it out.

Monday, February 2, 2009

"Kemarilah nak...sini, duduk dekat ayah...."

Memperhatikan dan mengamati perilaku seseorang, bagi saya menjadi suatu aktivitas yang excited, terlebih jika "gerak-gerik" orang tersebut memberikan kesan yang mendalam hingga menghadirkan pikiran, perasaan dan pelajaran baru.

Belum lama ini di suatu sore saya memperhatikan seorang ayah muda, tetangga sebelah, menimang-nimang anak pertamanya yang belum genap berusia lima bulan. Demikian riang tampak bahagia dua orang anak manusia ini, si bayi tampak damai dan beberapa kali tersenyum lebar kelihatan sangat senang ditimang sang ayah, sedangkan sang ayah sendiri dengan riangnya menimang sambil menyanyikan lagu-lagu yang nggak jelas lirik dan nadanya, ciptaan spontannya sendiri barangkali, tapi yang jelas lagu itu sangat riang gembira menggoda dan memanjakan si bayi. Tampak sekali sang ayah sedang sangat bahagia sore itu.

Mungkin yang terlintas di benak sang ayah saat itu, "Apapun yang akan terjadi kelak, engkau adalah malaikat kecilku, engkaulah mimpiku, harapanku. Oh...putra mahkotaku sampai kapanpun aku akan memelukmu, menimangmu, membelaimu, menciumimu selama-lamanya. Aku akan melindungimu nak, bahkan tak kan kubiarkan seekor semutpun mampu menggigit kulitmu". Dan sangat wajar hampir semua ayah berperilaku seperti itu pada anak bayinya tercinta.
"Hmm... tapi akankah selamanya demikian ya?
"

Karena di bagian bumi lain seorang ayah memukuli dan menghajar habis-habisan anak laki-lakinya ketika si anak yang mulai menginjak usia 17 tahun membuat mobil sang ayah lecet tergores ketika semalam dipakai si anak menghabiskan malam minggu bersama teman-temannya sampai larut malam.

Sementara itu dalam ruang dan waktu yang berbeda, seorang ayah yang sejak si anak berusia 15 tahun hingga kini, 10 tahun kemudian, ketika si anak sudah berencana untuk menikah, keduanya tidak pernah bertegur sapa, sepatah katapun tidak. Hanya karena ego dan harga diri keduanya yang memuncak, idealisme dan prinsip keras yang telah membunuh kata hati kedua anak beranak ini hingga mati suri selama bertahun-tahun.

Atau seorang ayah yang notabene anggota TNI, dengan prinsip keras kedisiplinannya mengusir anak gadisnya dari rumah dan memastikan tidak akan mengakui lagi dia sebagai anak, karena si anak tertangkap basah menggunakan jarum suntik di kamarnya untuk memuaskan dahaga narkoba.

Di sisi lain, karena ketidak cocokan dengan ayahnya, seorang anak pergi meninggalkan rumah tanpa permisi, tidak pernah kembali lagi, dan lebih parah lagi kali ini, beberapa waktu lalu ditemukan seorang pria tua tewas di dalam rumahnya dengan kepala berdarah bekas pukulan keras benda tumpul, diketahui kemudian bahwa pelakunya adalah anak kandungnya sendiri yang kondisi jiwanya sehat wal afiat, sama sekali tidak sakit jiwa. Masya Allah.

Ayah dan Anak. Sebenarnya siapa yang layak berposisi sebagai "dipersalahkan"? Atau memang tidak seharusnya ada yang dipersalahkan? Karena bukankah pada dasarnya memang harus ada yang mau meletakkan ego dan mendengarkan, memahami karakter dan keinginan orang lain?

Atau lihat kisah heroik almarhum Rony Patinasarany, legenda sepak bola Indonesia, yang dengan ketabahan dan kekuatan cinta seorang ayah mencurahkan seluruh sisa hidupnya demi menyelamatkan kedua anaknya dari jebakan narkoba. Lihat pula apa yang dikisahkan Andrea Hirata, dalam "Sang Pemimpi" ketika sikap seorang ayah yang amat sangat antusias bergairah mengambil raport si Ikal yang menduduki peringkat 3 besar sekolah, dan ketika tahun berikutnya rangkingnya turun puluhan tingkat hingga angka 75 dari 160 siswa, sang ayah tetap bersikap sama, bersemangat dan bergairah, mengayuh sepada puluhan kilometer dengan memakai pakaian terbaiknya pergi ke sekolah mengambilkan rapor sang anak tercinta.

Secara umum seorang ayah yang mendapati prestasi anaknya anjlok amat sangat drastis akan menumpahkan amarah besar dan hukuman keras, tapi dia tidak. Tidak marah, tidak kecewa, hanya seutas senyum sambil menepuk-nepuk pundak sang anak kebanggaannya lalu pulang tanpa sepatah katapun. Dan sadar atau tidak sikap datar, misterius seperti inilah yang sebenarnya mampu menjadi treatment psikologis untuk membuat anak menjadi merasa bersalah secara halus hingga motivasi berprestasi untuk memperbaiki diri yang kemudian muncul adalah motivasi dari dalam diri sendiri bukan motivasi karbitan karena tertekan atau terpaksa. Bagaimanapun sifat dan karakternya, bukankah setiap manusia lebih merasa "dihargai" jika mendapatkan kebebasan secara penuh dan merasa sangat "berharga" ketika dapat berekspresi tanpa tekanan?

Atau sikap ayah yang satu ini, seperti terlukis dalam sktesa sederhana video berikut ini.....




"Ah...indahnya...."

0 comments:

Post a Comment

" ...yang kemudian hadir dan terjadi bukanlah suatu kebetulan yang sia-sia,

pertemuan dan perpisahan, ada dan tiada, jatuh dan bangun, tawa dan tangis, tampak dan samar, benar dan salah adalah berbentuk pertanyaan dan jawaban yang terdesain sedemikian rupa menjadi sebuah kepastian dan sama sekali bukan ke-tidak-pasti-an,


karenanya, karena hidup ini bukanlah suatu kebetulan, maka tidak ada alasan untuk meredupkan keyakinan demi memulai sesuatu dan lalu menyempurnakannya."


 
Template by: Abdul Munir