" JANGAN PERNAH LUPA... GLOBAL WARMING TELAH SIAP MENGHANCURKAN BUMI INI !!!!
Have a nice day.....but don't ever forget to take a look around
.......there's must be somebody or something needs you.....

.......let's check it out.

Saturday, September 13, 2008

APAKAH KALAU KITA SEDANG DALAM UNDER PRESSURE ITU ARTINYA KITA BOLEH MENJADI RAJA SEHARI ?

Pernah berada di bawah tekanan kan ? dibawah deadline, target tertentu, atau dalam suatu keadaan yang memaksa kita harus segera melakukan sesuatu dalam waktu “se-kilat-kilatnya”. Para sales/marketing tentu terbiasa dalam hal ini. Banyak cara yang di lakukan marketing untuk mencapai target. Paling tidak ini berdasarkan pengalaman pribadi beberapa tahun yang lalu. Awal bulan biasanya masih “adem ayem” cara yang dilakukan pun masih etis dan wajar-wajar, tapi mendekati akhir bulan sementara target pun masih jauh dari angka 50 %, maka sudah pasti supervisor terus menerus menelpon untuk mengecek target clossing sambil marah-marah memberi deadline, pola pikir tiba-tiba berubah jadi lain. Yah daripada malu kalah dari sesama rekan atau bahkan lebih parah, diberhentikan, maka jalan lain dengan cara-cara yang agak jauh dari jujur dan mengorbankan pihak lain pun tanpa pikir panjang langsung diterapkan, masalah bagaimana nanti, ada yang merasa dirugikan, ada yang tidak senang, melanggar etika, pokoknya dipikir belakangan, yang penting sekarang selesai urusan dulu. Astaghfirullaahaladziim, Ya Allah ampuni hamba-Mu yang sedang belajar ini.

Minggu lalu seorang sahabat saya istrinya mau melahirkan, dia butuh darah AB cukup banyak karena terjadi pendarahan, selama proses operasi sesar, saat itu juga dalam waktu mepet, yang mungkin untuk sekedar menarik napas saja terasa membuang waktu, sementara rumah sakit kehabisan darah, di rumah sakit lain bahkan di PMI setempat stoknya kebetulan sedang kosong, Bertanya ke semua kenalannya tidak ada yang punya darah AB, padahal waktu terus berputar dan darah istrinya terus mengalir keluar. Akhirnya dia mendapat informasi bahwa masih ada darah AB di PMI wilayah lain yang berjarak lebih dari 15 Km dari rumah sakit tempat istrinya berada. Tanpa pikir dua kali langsung dia meluncur dengan sepeda motor, bersama saya yang membonceng dibelakang, sore hari menjelang buka puasa pukul 17.20. Apa yang terjadi selama perjalanan ?

Selama perjalanan, kami sama sekali tidak saling bicara, sahabat saya tampak tegang dan kaku, bahkan ketika saya meminta agar dia membonceng saja, dia tetap tak menyahut. Jarum spidometer sangat jarang menunjukkan angka kurang dari 80 Km/jam, kami 3 kali menerabas lampu merah, beberapa kali hampir terserempet mobil, 2 kali nyaris saja menabrak pejalan kaki dan sekali motor kami menyerempet seorang bapak bersepeda yang membawa sekarung rumput. Saya menengok ke belakang, bapak itu jatuh bersama sepedanya, “ Wan, Wan, wonge tibo wan, piye iki, mosok awake dewe bablas wae iki...( Wan, Wan, orangnya jatuh wan, masak kita tetap jalan terus ....)” ,kataku gugup, sambil terus menepuk-nepuk pundaknya. Sama sekali dia tak mempedulikan ketakutanku, kami tetap melaju.

Kantong darah berhasil didapat. Untungnya, saat kembali, ada mobil ambulance yang mengantar, sahabat saya ikut ambulance, dan saya membawa motor, tapi lewat jalan yang lain, meski lebih jauh tapi setidaknya antisipasi siapa tahu ada yang masih mengenali, bisa-bisa sendirian digebukin orang nanti.

Tapi ternyata bukan cuma orang lain yang tidak di kenal bisa menjadi korban kita, orang–orang yang mungkin kita kenal baik-baik pun bisa sadar atau tidak menjadi makanan kita. Pasti sering kita menyaksikan baik di televisi atau bahkan secara langsung ketika ada cara bagi-bagi sembako, atau pada saat Hari Raya Kurban di masjid masjid besar, Istiqlal misalnya, bisa dipastikan di sana selalu banyak masa yang mengantri tertib hanya dalam sekian menit saja, selanjutnya bisa ditebak, terjadilah kekacauan, berebut kalang kabut, dorong sana dorong sini, gencet sana gencet sini, sikut atas sikut bawah, tak peduli wanita, anak-anak, bahkan nenek-nenek renta yang untuk sekedar berdiri saja harus berjuang keras kini mereka lihat sebagai ancaman besar, menjadi seperti “saingan berat” yang bisa menggagalkan tujuan untuk mendapat se-onggok daging.

Daging berhasil di dapat dan dengan senyum kemenangan meninggalkan “medan laga”, belum cukup sampai di situ, bahkan untuk sekedar ingat kepada para pengantri lain yang sama-sama butuh makan pun tidak. Lihat saja, tidak sedikit yang membawa pulang lebih dari jatah yang seharusnya diterima. Perut memang tak bisa diajak bicara baik-baik ya ?

Nah itulah yang saya maksud dengan raja sehari, dalam keadaan seperti itu kita sepertinya langsung punya label halal dan sah sah saja melakukan apapun, melanggar aturan, membahayakan diri bahkan orang lain, hingga mencelakai dan merugikan orang lain pun sepertinya bisa dimaklumi dan dimaafkan. Dimaklumi? Dimaafkan ? Emang bener gitu ya?

Memang dalam hal ini, terlebih ketika nyawa orang tercinta menjadi taruhan dan kemudian kita seperti sudah kehilangan akal logis dan pikiran dewasa, tapi apakah dengan demikian kita juga boleh mempertaruhkan kepentingan orang lain, mempertaruhkan nyawa orang lain ? hmm....

Oke, suatu saat ketika kita dalam kondisi genting seperti itu dan lalu kita berhasil melewatinya, semoga saja tidak terjadi pada saat yang bersamaan tiba-tiba di kepala kita keluar dua tanduk kecil, wajah memerah dan alis meruncing sambil tersenyum terkekeh-kekeh dalam hati, merayakan kemenangan.


0 comments:

Post a Comment

" ...yang kemudian hadir dan terjadi bukanlah suatu kebetulan yang sia-sia,

pertemuan dan perpisahan, ada dan tiada, jatuh dan bangun, tawa dan tangis, tampak dan samar, benar dan salah adalah berbentuk pertanyaan dan jawaban yang terdesain sedemikian rupa menjadi sebuah kepastian dan sama sekali bukan ke-tidak-pasti-an,


karenanya, karena hidup ini bukanlah suatu kebetulan, maka tidak ada alasan untuk meredupkan keyakinan demi memulai sesuatu dan lalu menyempurnakannya."


 
Template by: Abdul Munir