Ini adalah sebuah dongeng. Pada zaman dahulu terdapatlah seorang raja yang kurang bijak dan tidak dekat dengan rakyatnya, dia tidak pernah sekalipun keluar dari istana untuk melihat keadaan rakyatnya. Pada suatu hari dia disarankan oleh ibundanya yang sekaligus penasehatnya agar sekali-sekali berjalan jalan berkeliling negeri. Raja itu menuruti saran ibundanya akan tetapi begitu dia keuar hanya beberapa meter dari istana dia mengurungkan niatnya karena dia melihat jalanan tanah yang begitu kotor, terjal tetapi becek dan banyak serangga yang membuat dia merasa jijik. Tanpa berpikir panjang sang raja memerintahkan pengawalnya untuk segera melapisi jalanan di seluruh sudut negeri dengan karpet yang terbuat dari kulit sapi yang kuat dan halus sehingga dia bisa berjalan tanpa kakinya kotor atau luka. Mendengar hal itu sang ibunda tersenyum dan berkata dengan bijaksana, “Nak apakah kamu tidak berpikir berapa lama waktu yang digunakan untuk menutup semua jalanan di negeri ini dengan kulit sapi, belum lagi berapa ribu sapi yang dibutuhkan yang harus di kuliti dengan sia-sia hanya untuk sesuatu yang tidak terlalu berguna. Padahal rakyat masih sangat memerlukan sapi-sapi itu untuk hal-hal yang lain. Wahai anakku daripada seluruh jalanan engkau lapisi dengan kulit sapi kenapa bukan kaki kamu saja yang engkau tutupi ?”. Mendengar hal sang raja merasa beruntung atas nasehat sang ibu sehingga dia tidak jadi menciptakan sesuatu hal yang sia-sia dan tidak efektif. Dia mejadi sadar bahwa bukan lingkugannya yang harus diubah tetapi diri sendirilah yang harus menyesuaikan. Konon inilah awal digunakannya sepatu sebagai alas kaki.
COBA PERBAIKI DIRI KITA DAHULU SEBELUM MENUNTUT PERBAIKAN PADA LINGKUNGAN KITA
Kisah seperti diatas banyak dijumpai dalam kehidupan nyata di sekitar kita. Seorang kepala keluarga yang memaksakan kebiasaannya tanpa mau mendengarkan pandangan isteri dan anak-anaknya, seorang bos yang otoriter tanpa mau memperhatikan pendapat anak buahnya, seorang karyawan yang memaksakan suatu desain interior di dalam suatu ruangan kerja bersama, kelompok atau komunitas tertentu yang menggunakan kekerasan demi mewujudkan sesuatu agar pemahaman dan pemikirannya diterapkan oleh seseorang atau kelompok lain.
Seringkali kita merasa tidak cocok dan tidak sesuai dengan linkungan kita, tidak cocok dengan seseorang atau suatu kelompok padahal kita diharuskan selalu besama dengan mereka, bukan karena kebiasaan mereka yang buruk tapi jarang disadari kalau hal ini lebih karena kita tidak bisa beradaptasi saja. Suasana yang tidak nyaman yang membuat kita gerah, marah-marah dan maunya ingin menyalahkan orang lain saja. “Pokoknya semua hal harus sesuai dengan keinginanku”. Hingga kita kadang memaksakan sesuatu, terlebih terhadap seseorang yang memungkinkan kita kuasai, misalnya adik, anak, isteri atau suami, kawan dll. Coba kita renungkan kenapa kita tida mencoba untuk memahami kebiasaan mereka, menyelami dan merasakan apa yang mereka rasakan. Coba satukan perasaan, berkomunikasi dan saling mengisi, memberi dan menerima. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan akan tercipta sesuatu yang baru, budaya baru, kebiasaan baru yang lebih baik yang bisa diterima semuanya dengan perasaan lega. Lebih beruntungnya kita daripada memaksakan sesuatu yang tidak kita sadari malah sering merugikan diri kita atau membuat tidak nyaman orang lain yang tentu akan berakibat dari hilangnya keharmonisan dan rasa saling menyayangi.
Coba pahami pendapat orang lain mungkin saja kita malah bisa jadi lebih beruntung karenanya.
COBA PERBAIKI DIRI KITA DAHULU SEBELUM MENUNTUT PERBAIKAN PADA LINGKUNGAN KITA
Kisah seperti diatas banyak dijumpai dalam kehidupan nyata di sekitar kita. Seorang kepala keluarga yang memaksakan kebiasaannya tanpa mau mendengarkan pandangan isteri dan anak-anaknya, seorang bos yang otoriter tanpa mau memperhatikan pendapat anak buahnya, seorang karyawan yang memaksakan suatu desain interior di dalam suatu ruangan kerja bersama, kelompok atau komunitas tertentu yang menggunakan kekerasan demi mewujudkan sesuatu agar pemahaman dan pemikirannya diterapkan oleh seseorang atau kelompok lain.
Seringkali kita merasa tidak cocok dan tidak sesuai dengan linkungan kita, tidak cocok dengan seseorang atau suatu kelompok padahal kita diharuskan selalu besama dengan mereka, bukan karena kebiasaan mereka yang buruk tapi jarang disadari kalau hal ini lebih karena kita tidak bisa beradaptasi saja. Suasana yang tidak nyaman yang membuat kita gerah, marah-marah dan maunya ingin menyalahkan orang lain saja. “Pokoknya semua hal harus sesuai dengan keinginanku”. Hingga kita kadang memaksakan sesuatu, terlebih terhadap seseorang yang memungkinkan kita kuasai, misalnya adik, anak, isteri atau suami, kawan dll. Coba kita renungkan kenapa kita tida mencoba untuk memahami kebiasaan mereka, menyelami dan merasakan apa yang mereka rasakan. Coba satukan perasaan, berkomunikasi dan saling mengisi, memberi dan menerima. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan akan tercipta sesuatu yang baru, budaya baru, kebiasaan baru yang lebih baik yang bisa diterima semuanya dengan perasaan lega. Lebih beruntungnya kita daripada memaksakan sesuatu yang tidak kita sadari malah sering merugikan diri kita atau membuat tidak nyaman orang lain yang tentu akan berakibat dari hilangnya keharmonisan dan rasa saling menyayangi.
Coba pahami pendapat orang lain mungkin saja kita malah bisa jadi lebih beruntung karenanya.
0 comments:
Post a Comment